Beranda | Artikel
Objek Pembagian Pada Syufah
Kamis, 17 September 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Erwandi Tarmizi

Objek Pembagian Pada Syuf’ah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. dalam pembahasan Kitab Zadul Mustaqni. Kajian ini disampaikan pada Kamis, 29 Al-Muharram 1442 H / 17 September 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Objek Pembagian Pada Syuf’ah

Penulis berkata:

ويحرم التحيل لإسقاطها

“Dan haram melakukan tipu muslihat untuk menggugurkan akad syuf’ah”

Akad syuf’ah seperti yang kita jelaskan pada awal, bahwasanya hanya ada pada akad jual beli. Maka bila salah satu mereka melakukan perbuatan yang dilakukan untuk melanggar untuk menghalalkan yang haram. Yang haram itu tetap masih haram, tetapi karena tindakan mereka tersebut, mereka pikir bahwa itu sudah menjadi halal.

Dalam masalah syuf’ah umpamanya si Ahmad dan Abdullah berserikat dalam tanah 50:50 persen. Kemudian Abdullah menjual sahamnya 50% tadi kepada Mahmud. Berarti sekarang Ahmad memiliki hak syuf’ah kepada Mahmud. Setelah Ahmad tahu bahwa Mahmud yang membeli, dia datang kepada Mahmud dan mengatakan: “Mahmud, saya ada hak syuf’ah atas hal ini, maka otomatis saya ambil dengan saya bayar berapa yang kamu beli dari Abdullah.”

Misalnya si Mahmud membeli dari Abdullah seharga 10 milyar. Dalam hal ini dia berbohong, karena sebenarnya dia membelinya hanya 1 milyar. Lalu si Ahmad berfikir: “Kalau 10 milyar kenapa saya beli, ini mahal sekali.” Sehingga gugur hak syuf’ah Ahmad, dia tidak mau mengambil hak syuf’ah. Maka dalam hal ini hukumnya haram karena perbuatan dia ini menyebabkan Ahmad tidak mendapatkan hak syuf’ahnya.

Atau misalnya si Mahmud tadi mengatakan: “Saya tidak membelinya, ini si Abdullah menghibahkan sahamnya kepada saya.” Sehingga dengan hibah, si Ahmad tidak bisa mengambil hak syuf’ah. Perbuatan ini adalah perbuatan yang haram.

Penulis mengatakan:

وتثبت لشريك في أرض تجب قسمتها

“Dan akad syuf’ah itu menjadi ada bagi mitra yang memiliki satu aset pada objek tanah yang wajib dibagi.”

Maksud dari في أرض dalam madzhab Hambali, bahwasannya dalam hal ini hanya syirkah pada tanah. Bila non tanah, misalnya mereka membeli mobil berdua, maka tidak ada syuf’ah di sini. Mereka berdalil bahwasannya Nabi memberikan keputusan syuf’ah pada tanah yang mereka miliki secara syarikat. Akan tetapi sebagian para ulama dan ini adalah madzhab yang kuat bahwa syuf’ah ini bertujuan agar tidak termudzaratkan salah satu pihak yang memiliki hak di sana, maka dia tidak khusus hanya untuk tanah saja, tapi masuk juga seperti tadi kita contohkan adalah mobil yang mereka berdua.

Kemudian kalau dalam tanah:

ويتبعها الغراس والبناء لا الثمرة والزرع

“Dan mengikut dalam hak syuf’ah juga adalah pohon, dan bangunan, tidak buah dan tanaman palawija.”

Umpamanya tanah mereka sewa selama 20 tahun. Kemudian ahmad dengan Abdullah tadi bersyirkan menanam pohon jati yang dipanennnya setelah 10 tahun, misalnya. Baru berjalan 3 tahun, Abdullah menjual sahamnya kepada Mahmud.

Misalnya si Abdullah berkata kepada Mahmud: “Mahmud, itu saya bersyirkah pohon jati dengan si Ahmad sebanyak 50%, ada sebanyak 100 pohon, saham saya nilainya sekarang sekitar 10 milyar, saya jual ke kamu 3 milyar saja.” Maka yang pohon tadi juga mengikut kepada objek yang bisa disyuf’ahkan.

Contoh pada bangunan misalnya adalah tanah di Mekah yang tidak bisa dimiliki menurut madzhab Hanabilah. Tanah di Mekah hanya bisa diguna hak pakai, tidak bisa menjadi sertifikat hak milik. Mereka berdua ingin membuat gedung dan disewakan menjadi hotel. Ini juga bisa diambil syuf’ah.

Adapun buah, misalnya mereka membeli buah yang sudah matang, kalau belum matang tidak boleh dibeli. Ahmad dan Abdullah membeli buah mangga. Misalnya ada 100 pohon mangga yang sudah matang beberapa biji di 100 pohon tadi, ini sudah boleh mereka beli. Abdullah dan Ahmad membeli kepada pemilik pohon tadi dimana yang dibeli bukan pohon, tetapi buahnya.

Mereka perkirakan harganya senilai 10 juta, maka mereka bayar 10 juta. Lalu hari ke-3 dari itu, si Abdullah menjual sahamnya sebanyak 50% tadi kepada si Mahmud. Dia mengatakan: “Mahmud, itu saya beli berdua buah mangga dengan Ahmad. Sekitar 4 hari yang lalu kami beli dengan harga 10 juta. Sekarang harganya sudah naik tentunya. Kalau kamu mau, saya jual kepada kamu 6 juta saham saya tadi.”

Kalau menurut penulis hal ini (jual beli buah) tidak boleh disyuf’ahkan.

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian

Download mp3 kajian yang lain di mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49052-objek-pembagian-pada-syufah/